Seorang yang memiliki sesuatu, tentu mempunyai sumber darimana ia mendapatkan sesuatu tersebut. Demikian halnya dengan kekuasaan. Kekuasaan datang dari berbagai sumber, diantaranya kedudukan, kekayaan, dan kepercayaan. Seorang atasan dapat memerintahkan bawahannya agar melakukan sesuatu. Jika bawahan melanggar perintah atasan, maka bawahan bisa dikenai sanksi.
Seseorang yang memiliki kekayaan dapat memiliki kekuasaan. Misalnya seorang konglomerat dapat menguasai suatu pihak yang didanainya. Kepercayaan atau agama juga merupakan sumber kekuasaan. Misalnya di Indonesia, alim ulama banyak dituruti dan dipatuhi masyarakat. Alim ulama bertindak sebagai pemimpin informal umat, maka ia perlu diperhitungkan dalam proses pengambilan keputusan di tempat umatnya.
Jack H. Nagel dalam bukunya The Descriptive Analysis of Power yang juga terdapat dalam buku Dasar-dasar Ilmu Politik, perlu dibedakan antara scope of power dan domain of power (wilayah kekuasaan). Cakupan kekuasaan (scope of power) menunjuk kepada perilaku, serta sikap dan keputusan yang menjadi subyek dari kekuasaan. Misalnya, seorang direktur bisa memecat seorang karyawan, tetapi direktur tersebut tidak mempunyai kuasa apa-apa terhadap karyawan diluar hubungan pekerjaan.
Wilayah kekuasaan (domain of power) menjelaskan siapa-siapa saja yang dikuasai oleh orang atau kelompok yang berkuasa, jadi menunjuk pada pelaku organisasi, atau kolektivitas yang kena kekuasaan. Misalnya seorang direktur memiliki kekuasaan di perusahaannya, baik itu di pusat ataupun di cabang-cabangnya.
Dalam suatu hubungan kekuasaan(power relationship) selalu ada pihak yang lebih kuat daripada pihak lain. Hal ini menyebabkan hubungan tidak seimbang(asimetris), dan ketergantungan satu pihak dengan pihak lain. Semakin timpang hubungan ini, maka makin kuat ketergantungannya. Hal ini disebut hegemoni, dominasi, atau penundukan oleh pemikir abad 20.
Perbedaan Power (Kekuasaan) dan Authority (Kewenangan)
Dalam pembahasan sebelumnya dinyatakan bahwa kewenangan berhubungan dengan kekuasaan, tapi dari segi lain, ada perbedaan mendasar antara keduanya. Salah satunya, kewenangan adalah kekuasaan secara formal yang diberikan oleh organisasi, sedangkan kekuasaan berada diluar formalitas. Kewenangan adalah salah satu cara bagi seseorang untuk memperkuat kekuasaannya.
Kewenangan adalah kekuasaan namun kekuasaan tidak terlalu berupa kewenangan. Kewenangan merupakan kekuasaan yang memiliki keabsahan ( legitimate power ), sedangkan kekuasaan tidak selalu memiliki keabsahan. Apabila kekuasaan politik di rumuskan sebgai kemampuan menggunakan sumber-sumber untuk memengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik, maka kewenangan merupakan hak moral sesuai dengan nilai-nilai dan norma masyarakat, termasuk peratuaran perundang-undangan.
Kewenangan merupakan hak berkuasa yang di tetapkan dalam struktur organisasi sosial guna melaksanakan kebijakan yang di perlukan.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa kekuasaan merupakan konsep yang paling banyak dibahas dalam ilmu politik, selain konsep lainnya. Kekuasaan berasal dari beberapa sumber, misalnya kekayaan, kedudukan, dan kepercayaan. Kekuasaan dan kewenangan adalah konsep yang berhubungan, tetapi keduanya berbeda. Kewenangan merupakan kekuasaan formal yang diberikan oleh organisasi, sedangkan kekuasaan berada diluar formalitas.
Negara
Negara adalah integrasi dari kekuasaan politik, dan merupakan organisasi pokok dari kekuasaan politik. Boleh dikatakan Negara mempunyai dua tugas :
1. Mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asosial, yakni yang bertentangan satu sama lain, suapaya tidak menjadi antagonisme yang membahayakan.
2. Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan kea rah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya. Negara menentukan bagaimana kegiatan asosiasi-asosiasi kemasyarakatan disesuaikan satu sama lain dan diarahkan kepada tujuan nasinal.
Definisi-definisi mengenai Negara, antara lain adalah :
1. Roger H. Soltau, “Negara adalah alat (agency atau wewenang (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama, atas masyarakat (The state is an agency or authority managing or controlling these (common) affairs on behalf of and in the name of the community).
2. Harold J. Laski, “Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu (The state is a society which is integrated by possessing a coercive authority legally supreme over any individual or group which is part of the society).
3. Max Weber, “Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah (The state is a human society that (successfully) claims the monopoly of the legitimate use of physical force within a given territory)
4. Robert M. Maciver, “Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa (The sate is an association which, acting through law as promulgated by a government endowed to this end with coercive power, maintains within a community territorially demarcated the external conditions of oreder).
J. Barents dalam “Ilmu Politika” (1965) Ilmu Politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan negara yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat: ilmu politik mempelajari negara-negara itu melakukan tugas-tugasnya. Harold D. Laswell dan A. Kaplan dalam Power and Soceity, “ilmu politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, yaitu sifat hakiki, dasar, prose-proses, ruang lingkup dan hasil-hasil”.
Dan beberapa pendekatan dalam Ilmu Politik antara lain :
a) Pendekatan Institusional
Pendekatan filsafat politik menekankan pada ide-ide dasar seputar dari mana kekuasaan berasal, bagaimana kekuasaan dijalankan, serta untuk apa kekuasaan diselenggarakan. Pendekatan institusional menekankan pada penciptaan lembaga-lembaga untuk mengaplikasikan ide-ide ke alam kenyataan. Kekuasaan (asal-usul, pemegang, dan cara penyelenggaraannya) dimuat dalam konstitusi. Obyek konstitusi adalah menyediakan UUD bagi setiap rezim pemerintahan. Konstitusi menetapkan kerangka filosofis dan organisasi, membagi tanggung jawab para penyelenggara negara, bagaimana membuat dan melaksanakan kebijaksanaan umum.
Dalam konstitusi dikemukakan apakah negara berbentuk federal atau kesatuan, sistem pemerintahannya berjenis parlementer atau presidensil. Negara federal adalah negara di mana otoritas dan kekuasaan pemeritah pusat dibagi ke dalam beberapa negara bagian. Negara kesatuan adalah negara di mana otoritas dan kekuasaan pemerintah pusat disentralisir. Badan pembuat UU (legislatif) berfungsi mengawasi penyelenggaraan negara oleh eksekutif. Anggota badan ini berasal dari anggota partai yang dipilih rakyat lewat pemilihan umum.
Badan eksekutif sistem pemerintahan parlementer dikepalai Perdana menteri, sementara di sistem presidensil oleh presiden. Para menteri di sistem parlementer dipilih perdana menteri dari keanggotaan legislatif, sementara di sistem presidensil dipilih secara prerogatif oleh presiden.
Badan Yudikatif melakukan pengawasan atas kinerja seluruh lembaga negara (legislatif maupun eksekutif). Lembaga ini melakukan penafsiran atas konstitusi jika terjadi persengketaan antara legislatif versus eksekutif.
Lembaga asal-muasal pemerintahan adalah partai politik. Partai politik menghubungkan antara kepentingan masyarakat umum dengan pemerintah via pemilihan umum. Di samping partai, terdapat kelompok kepentingan, yaitu kelompok yang mampu mempengaruhi keputusan politik tanpa ikut ambil bagian dalam sistem pemerintahan. Terdapat juga kelompok penekan, yaitu suatu kelompok yang secara khusus dibentuk untuk mempengaruhi pembuatan kebijaksanaan umum di tingkat parlemen. Dalam menjalankan fungsinya, eksekutif ditopang oleh (administrasi negara). Ia terdiri atas birokrasi-birokrasi sipil yang fungsinya elakukan pelayanan publik.
b) Pendekatan Perilaku
Esensi kekuasaan adalah untuk kebijakan umum. tidak ada gunanya membahas lembaga-lembaga formal karena bahasan itu tidak banyak memberi informasi mengenai proses politik yang sebenarnya. Lebih bermanfaat bagi peneliti dan pemerhati politik untuk mempelajari manusia itu sendiri serta perilaku politiknya, sebagai gejala-gejala yang benar-benar dapat diamati. Perilaku politik menampilkan regularities (keteraturan)
c) Neo-Marxis
Menekankan pada aspek komunisme tanpa kekerasan dan juga tidak mendukung kapitalisme. Neo Marxis membuat beberapa Negara sadar akan pentingnya persamaan tanpa kekerasan, akan tetapi komunisme sulit dijalankan di beberapa Negara karena komunisme identik dengan kekerasan dan kekejaman walaupun pada intinya adalah untuk menyamakan persamaan warga negaranya di suatu Negara sehingga tidak ada yang ditindas dan menindas terlebih lagi dalam bidang ekonomi.
Neo-Marxis juga menginginkan tidak adanya kapitalisme yang sering dilakukan Negara Barat dalam hal ini Negara maju, karena kapitalisme hanya mementingkan keuntungan yang sebesar-besarnya sehingga sering kali “menyengsarakan” rakyat pribumi karena orang-orang pribumi sering kali hanya menjadi penonton atau pun menjadi korban dari kapitalisme ini. Walaupun kapitalisme berhubungan dengan bidang ekonomi tetapi kapitalisme juga berpengaruh dalam hal kebijakan politik yang dibuat oleh Negara-negara maju terhadap Negara-negara berkembang yang sering dijadikan sasaran kapitalisme besar-besaran seperti Indonesia.
d) Ketergantungan
Memposisikan hubungan antar negara besar dan kecil. Pendekatan ini mengedepankan ketergantungan antara Negara besar dan Negara kecil yang saling keterkaitan sehingga satu sama lain saling bergantung, jadi Negara besar bergantung pada Negara kecil baik dalam hal politik, ekonomi dan dalam hubungan internasional dan sebaliknya sehingga satu sama lain mempunyai posisi yang sama.
e) Pendekatan Pilihan Nasional
Pilihan-pilihan yang rasional dalam pembuatan keputusan politik. Pendekatan pilihan nasional ini menekan kan bahwa pengambil kebijakan atau pembuatan keputusan dilihat dari rasionalitas yang ada di Negara tersebut agar bisa dijalankan oleh Negara dan tentu identitas social-politik sangat diperlukan. Terdapatnya identitas sosial-politik disebabkan adanya prilaku politik identitas guna mengembangkan kelompok-kelompok. Prilaku ini seiring bertumbuh-kembangnya eksplorasi kebudayaan di setiap kelompok guna “menemukan” kembali dan atau melestarikan solidaritas identitas yang dimiliki. Eksplorasi tersebut sangat bermanfaat bagi eksistensi kelompok identitas yang memiliki jumlah besar (mayoritas).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar