Hukum Acara Tata Usaha Negara

A. Karakteristik dan Prinsip-Prinsip Peradilan Tata Usaha Negara

Ciri khas hukum acara peradilan tata usaha negara terletak pada asas-asas hukum yang melandasinya, yaitu:

a) asas praduga rechtmatig (vermoeden van rechtmatigheid = praesumptio iustae causa). Asas ini mengandung makna bahwa setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap rechtmatig sampai ada pembatalannya. Dengan asas ini gugatan tidak menunda pelaksanaan KTUN yang digugat (ps. 67 ayat 1 UU no. 5 th. 1986);

b) asas pembuktian bebas. Hakim yang menetapkan beban pembuktian. Hal ini berbeda dengan ketentuan ps. 1856 BW. Asas ini dianut pasal 107 UU no. 5 th. 1986 hanya saja masih dibatasi ketentuan pasal 100;

c) asas keaktifan hakim (dominus litis). Keaktifan hakim dimaksudkan untuk mengimbangi kedudukan para pihak karena tegugat adalah pejabat tata usaha negara sedangkan penggugat adalah orang atau badan hukum perdata. Penerapan asas ini antara lain terdapat dalam ketentuan pasal: 58, 63 ayat 1, 2, 80, 85;

d) asas putusan pengadilan mempunyai kekuatan mengikat “erga omnes”. Sengketa TUN adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian putusan pengadilan TUN berlaku bagi siapa saja, tidak hanya bagi para pihak yang bersengketa. Dalam rangka ini kiranya ketentuan pasal 83 tentang intervensi bertentangan dengan asas “erga omnes”.

            Peradilan Tata Usaha Negara pada dasarnya menegakkan hukum publik, yaitu hukum administrasi sebagaimana ditegakkan dalam UU PTUN Pasal 47 bahwa sengketa yang termasuk lingkup kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara adalan sengketa tata usaha negara. Hal ini ditegaskan lagi dalam rumusan tentang keputusan tata usaha negara (Pasal 1 angka 3) yang mengisyaratkan juga tindakan hukum tata usaha untuk adanya keputusan tata usaha negara.

          Juga perlu diperhatikan bahwa kehadiran Peradilan Tata Usaha Negara melalui UU No. 5 Tahun 1986 tidak hanya melindungi hak individu tetapi juga melindungi hak masyarakat. Untuk itu disamping melindungi hak individu sebagian besar UU No. 5 Tahun 1986 melindungi hak-hak masyarakat. Pasal-pasal yang langsung menyangkut perlindungan hak-hak masyarakat adalah: Pasal 49, Pasal 55, Pasal 67.

B. Organisasi Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)

            Dalam kaitannya dengan organisasi, ada baiknya kita tinjau struktur PTUN itu sendiri secara sepintas. Berdasarkan ketentuan Pasal 8 UU No. 5 Tahun 1986, pengadilan tata usaha negara terdiri atas:

-          pengadilan tata usaha negara (PTUN) sebagai pengadilan tingkat pertama

-          pengadilan tinggi tata usaha negara (PT TUN)

Pengadilan tata usaha negara dibentuk dengan keputusan Presiden (Pasal 9 UU No. 5 Tahun 1986, sedangkan pengadilan tinggi tata usaha negara dibentuk dengan undang-undang.

            Sejalan dengan ketentuan Pasal 10 ayat 2 UU No. 14 Tahun 1970, kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan Tata Usaha Negara berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi. Dengan demikian keempat lingkungan peradilan kita berpuncak pada Mahkamah Agung (sistem piramide).

 

C. Upaya Administratif

            Tidak setiap keputusan tata usaha negara (KTUN) dapat langsung digugat melalui peradilan tata usaha negara. Terhadap KTUN yang mengenal adanya upaya administratif disyaratkan untuk menggunakan saluran peradilan tata usaha negara. Tentang hal ini, Pasal 48 UU No. 5 Tahun 1986 menyatakan:

a)      dalam hal suatu badan atau pejabat tata usaha negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa tata usaha negara tertentu, maka sengketa tata usaha negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia

b)      pengadilan baru berwenang memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan

Ada dua upaya administratif, yaitu

Dalam hal penyelesaiannya dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain, maka prosedur itu disebut “banding administratif”

- Dalam hal penyelesaiannya dilakukan oleh instansi yang sama, yaitu badan atau pejabat tata usaha negara yang mengelurkan KTUN, maka prosedur yang ditempuh disebut “keberatan”

 

D. Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha Negara

            Pasal 47 UU No.5 Tahun 1986 menyebutkan: pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara. Apakah sengketa tata usaha negara? Pasal 1 angka 4 UU No.5 Tahun 1986 merumusakan sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara,  baik dipusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

            Dengan demikian KTUN merupakan dasar lahirnya sengketa tata usaha negara. Apakah KTUN itu? Pasal 1 angka 3 merumuskan KTUN, adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

            Tindakan hukum tata usaha negara tidaklah sama maknanya dengan tindakan pejabat atau tindakan badan tata usaha negara. Tidak setiap tindakan pejabat adalah tindakan hukum tata usaha negara.

Untuk itu disajikan skema tentang tindak pemerintahan (bestuurschandeling) sebagai berikut:

Hukum Acara Tata Usaha Negara


Dari skema di atas, pengertian tindakan hukum tata usaha negara termasuk dalam kelompok tindakan hukum publik yang sifatnya sepihak dan diarahkan kepada sasaran yang individual. Pengertian demikan itu sekarang ini dalam hukum Belanda lebih dipertegas lagi melalui ketentuan AWB (Algemene Wet Bestuursrecht). Dalam AWB, beschikking (KTUN) dirumuskan sebagai “besluit” yang sifatnya individual. Besluit dirumuskan sebagai tindakan hukum publik tertulis.

 

E. Tenggang Waktu Menggugat

            Berdasarkan ketentuan pasal 55, tenggang waktu mengajukan gugatan adalah:

a)      bagi yang dituju dengan sebuah KTUN (pihak II): 90 hari sejak saat KTUN itu diterima;

b)      bagi pihak III yang berkepentingan: 90 hari sejak saat KTUN itu diumumkan.

 

F. Hak Gugat

            Berdasarkan ketentuan pasal 53 ayat 1 yang dapat bertindak sebagai penggugat adalah:

-          orang atau badan hukum perdata

-          yang kepentingannya dirugikan oleh suatu KTUN

dengan demikian harus ada hubungan kausal antara KTUN dengan kerugian atau kepentingan.

 

G. Petitum

            Berdasarkan ketentuan pasal 53 ayat 1, petitum pokok adalah agar KTUN tersebut dinyatakan tidak sah atau batal. Jadi persoalan utama ialah pembatalan KTUN. Sebagai petitum tambahan adalah:

-          ganti rugi, dimana tuntutan ganti rugi dibatasi jumlahnya. Berdasarkan ketentuan PP no 43 tahun 1991 ganti rugi berkisar antara Rp. 250.000,00 sampai Rp. 5.000.000,00

-          rehabilitasi, dimana rehabilitasi hanya berlaku untuk sengketa kepegawaian, yaitu pemulihan hak sebagai pegawai negeri. Dalam hal rehabilitasi tidak dapat dilakukan secara penuh, pejabat yang harus melaksanakan rehabilitasi dapat dibebani suatu kewajiban kompensasi sebesar anatar Rp. 100.000,00 sampai Rp 2.000.000,00

 

H. Alasan Menggugat (Beroepsgronden)

            Berdasarkan ketentuan Pasal 55 ayat 2, dasar pengujian oleh pengadilan terhadap keputusan tata usaha negara (KTUN) yang digugat, adalah:

a)      KTUN yang digugat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penjelasan:

-          bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat procedural/formal;

-          bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat materiel/subtansial;

-          dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang tidak berwenang.

b)      Badan atau pejabat tata usaha negara pada waktu mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut

c)      Badan atau pejabat tata usaha negara pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak pengambilan keputusan tersebut

 

I. Alat Bukti

            Pasal 100 UU No.5 tahun 1986 menyebutkan alat-alat bukti:

a)      surat

b)      keterangan ahli

c)      keterangan saksi

d)     pengakuan para pihak

e)      pengetahuan hakim

Dalam Hukum Acara PTUN yang dipersoalkan ialah sah-tidaknya sebuah KTUN (persoalan rechtmatigheid). Persoalan rechtmatigheid menyangkut alat ukur yaitu: wewenang, prosedur dan substansi. Dalam hal ini yang perlu ialah alat ukur yang digunakan hakim untuk menyatakan suatu KTUN sah atau tidak sah.

 

J. Hukum Acara

            Istilah hukum acara untuk PTUN hendaknya “Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara” dan bukan “Hukum Acara TUN”. Penyebutan hukum acara PTUN untuk menunjukkan sifat contentieux, karena dalam hukum acara TUN ada aspek contentieux dan ada aspek non contentieux berupa prosedur pemerintahan misalnya prosedur perizinan.

Hukum acara PTUN dibedakan atas:

a)      hukum acara materil yang meliputi:

-          kompetensi absolut dan relatif

-          hak gugat

-          tenggang waktu menggugat

-          alasan menggugat

-          alat bukti

b)      hukum acara formal (hukum acara dalam arti sempit) berupa langkah-langkah atau tahapan yang terbagi atas:

-          acara biasa

-          acara cepat

-          acara singkat

            Surat-surat penggugat dan tergugat yang berkaitan dengan sengketa TUN adalah:

Hukum Acara Tata Usaha Negara


K. Banding

            Arti banding, yaitu merupakan pemeriksaan dalam instansi (tingkat) kedua oleh sebuah pengadilan atasan yang mengulangi seluruh pemeriksaan, baik yang mengenai fakta-faktanya, maupun penerapan hukum atau undang-undang.

            Agar perkara itu diperiksa kembali di pengadilan tinggi tata usaha negara, harus ditempuh proses sebagai berikut:

a)      permohonan pemeriksaan banding secara tertulis yang diajukan oleh penggugat dan tergugat selama 14 hari, setelah putusan diberitahukan kepadanya secara sah dan ditujukan kepada pengadilan tata usaha negara (tingkat pertama) yang memutus

b)      membayar uang muka biaya perkara yang besarnya ditaksir oleh Panitera

c)      panitera mencatat permohonan itu dalam daftar perkara

d)     panitera memberitahukan hal itu kepada terbanding

e)      selambat-lambatnya 30 hari setelah permohonan itu dicatat, panitera memberitahukan kepada para pihak yang berperkara, bahwa mereka dapat melihat berkas perkara di kantor Pengadilan Tata Usaha Negara (tingkat pertama) dalam tenggang waktu 30 hari, setelah diterima pemberitahuan oleh yang berkepentingan.

f)       para pihak dapat menyerahkan memori banding, dan atau kontra memori banding serta surat keterangan dan bukti kepada panitera, dengan ketentuan bahwa salinan memori dan atau kontra memori diberikan kepada pihak lainnya dengan perantaraan panitera yang memutus

g)      salinan putusan, berita cara dan surat lain yang bersangkutan harus dikirimkan kepada panitera, selambat-lambatnya 60 hari sesudah pernyataan permohonan itu.

            Permohonan pemeriksaan banding itu dapat dicabut oleh pemohon selama hal itu belum diputus. Jika permohonan itu dicabut, maka ia tidak boleh mengajukan lagi walaupun jangka waktu untuk mengajukan banding belum lampau. Demikian pula, bilamana salah satu pihak telah menerima putusan, maka yang bersangkutan tidak dapat mencabut kembali pernyataannya, walaupun jangka waktu untuk mengajukan banding belum lampau.

 

L. Kasasi

            Terhadap putusan tingkat terakhir pengadilan dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi (Pasal 131) kepada Mahkamah Agung, tidak terkecuali untuk pengadilan tata usaha negara. Untuk pemeriksaan kasasi ini Pasal 131 ayat 2 menunjuk pada Pasal 55 ayat 1 Undang-Undang, Nomor 14, Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (LN 1985 No.73-TLN No.3316), yang berbunyi:

“Pemeriksaan kasasi untuk perkara yang diputus oleh Pengadilan di Lingkungan Pengadilan Agama atau yang diputus oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dilakukan menurut ketentuan undang-Undang.” (kursif dari penulis)

            Ketentuan yang menyangkut proses pemeriksaan kasasi untuk peradilan umum itu, dapat dibedakan atas:

a)      pemeriksaan kasasi untuk perkara perdata (Pasal 46 sampai dengan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 14, Tahun 1985)

b)      pemeriksaan kasasi untuk perkara pidana menggunakan hukum acara, sebagaimana diatur oleh KUHAP (Pasal 54 Undang-Undang Nomor 14, Tahun 1985)

 

M. Peninjauan Kembali

            Istilah “peninjaun kembali” putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dalam ketentuan perundang-undangan nasional mulai dipakai Pasal 15 Undang-Undang, Nomor 19 Tahun 1964 (LN. 1964: 107-TLN. No.2699).

            Dalam peninjauan kembali terdapat beberapa prinsip di antaranya bahwa permohonan itu:

a)      hanya dapat diajukan satu kali saja;

b)      tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan;

c)      dapat dicabut selama belum diputus, dan bila hal itu terjadi tidak dapat diajukan lagi;

d)     diputus oleh Mahkamah Agung pada tingkat pertama dan terakhir.

 

N. Pelaksanaan Putusan Pengadilan

            Hanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (kracht van gewijsde) yang dapat dilaksanakan. Sebelum putusan itu dilaksanakan, terlebih dahulu salinan putusan tadi dikirimkan dengan surat tercatat oleh panitera pengadilan setempat atas perintah ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (tingkat pertama), yang mengadilinya dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 hari, terhitung sejak putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap.

            Dalam rangka melaksanakan putusan itu karena gugatan dikabulkan (Pasal 97 ayat 8) yang berarti (para) penggugat harus memenuhi dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya yang dapat berupa:

a)      pencabutan keputusan tata usaha negara, yang bersangkutan (Pasal 97 ayat 9 butir a);

b)      pencabutan keputusan tata usaha negara yang bersangkutan, dan menerbitkan keputusan yang baru (Pasal 97 ayat 9 butir b);

c)      penerbitan  keputusan tata usaha negara dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3 (Pasal 97 ayat 9 butir c);

d)     membayar ganti rugi (Pasal 97 ayat 10 jo Pasal 120);

e)      melakukan rehabilitasi (Pasal 97 ayat 11 jo Pasal 121).

 

O. Peranan Pejabat/Badan TUN dalam Sengketa TUN

            Dalam sengketa TUN badan/pejabat TUN  dapat saja mempunyai peran sebagai:

-          tergugat

-          intervenient

-          saksi

-          kuasa hukum

-          pemegang/penyimpan dokumen (KTUN)

            Sebagai salah satu pihak yang bersengketa, pejabat TUN hanya mungkin berkedudukan sebagai tergugat, dan tidak mungkin sebagai penggugat (pasal 1.6). Dalam hal pejabat/badan TUN mempunyai kepentingan terkait dengan suatu sengketa TUN, dia bisa bertindak sebagai intervevenient yang mempertahankan/membela kepentingannya. Sebagai intervenient mestinya tidak harus bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa, tetapi sebagai pihak yang mandiri dengan kepentingannya sendiri (pasal 83).

            Dalam hal seorang pejabat/badan TUN diminta sebagai saksi, maka yang bersangkutan harus datang sendiri (pasal 93). Kelalaian dalam hal tersebut bisa melahirkan suatu tindakan paksa, yakni hakim dapat meminta bantuan polisi untuk menghadirkan pejabat TUN tersebut (pasal 86). Dalam hal yang menyangkut rahasia jabatan, ada-tidaknya rahasia jabatan tergantung dari penilaian hukum (pasal 89).

            Seorang pejabat bisa menjadi kuasa hukum, misalnya kabag hukum menjadi kuasa hukum dari Bupati KDH sebagai tergugat. Hanya saja perlu diperhatikan bahwa messkipun sudah ada kuasa hukum, hakim berwenang untuk menghadirkan para pihak yang bersengketa (pasal 58). Di samping itu menurut UU no. 5 tahun 1991 (UU Kejaksaan), jaksa dapat mewakili pemerintah dalam perkara perdata maupun dalam sengketa TUN (PERDATUN). Hal itu diatur dalam pasal 27 UU no. 5 1991.

            Pejabat yang sengaja menahan dokumen berupa KTUN (mungkin dengan maksud agar penggugat tidak memiliki bukti berupa KTUN) dapat diperintahkan hakim untuk  memperlihatkan dokumen (KTUN) tersebut (pasal 85). Sehubungan dengan itu dalam hal penggugat tidak memiliki dokumen berupa KTUN yang merupakan obyek sengketa, hal tersebut harus diuraikan dalam surat gugatan. Atas dasar itu hakim dapat menggunakan wewenang yang diberikan pasal 85 untuk memerintahkan pejabat yang bersangkutan memperlihatkan atau menyerahkan KTUN tersebut.

 

DAFTAR PUSTAKA

Hadjon, Prof. Dr. Philipus M., S.H. 2002. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

KONSEP TEORI POLITIK

Teori Politik
Konsep politik lahir dalam pikiran (mind) manusia dan bersifat abstrak. Konsep digunakan dalam menyusun generalisasi abstrak mengenai beberapa phenomena, yang disebut sebagai teori. Berdasarkan pengertiannya, teori politik bisa dikatakan sebagai bahasan dan generalisasi dari phenomena yang bersifat politik.
Menurut Thomas P. Jenkin dalam The Study of Political Theory, teori politik dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Norms for political behavior, yaitu teori-teori yang mempunyai dasar moril dan norma-norma politik. Teori ini dinamakan valuational (mengandung nilai). Yang termasuk golongan antara lain filsafat politk, teori politik sistematis, ideologi, dan sebagainya.
b. Teori-teori politik yang menggambarkan dan membahas phenomena dan fakta-fakta politk dengan tidak mempersoalkan norma-norma atau nilai (non valuational), atau biasa dipakai istilah “value free” (bebas nilai). Biasanya bersifat deskriptif dan berusaha membahas fakta-fakta politk sedemikian rupa sehingga dapat disistematisir dan disimpulkan dalam generalisasi-generalisasi.
Teori-teori kelompok (a) dibagi menjadi tiga golongan :
1. Filsafat politik (political philosophy), yaitu mencari penjelasan berdasarkan ratio. Pokok pikiran dari filsafat politik ialah persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta harus dipecahkan dulu sebelum persoalan-persoalan politik yang kita alami sehari-hari dapat ditanggulangi.
2. Teori politik sistematis (systematic political theory), yaitu mendasarkan diri atas pandangan-pandangan yang sudah lazim diterima pada masanya. Dengan kata lain teori ini hanya mencoba merealisasikan norma-norma dalam suatu program politik.
1. Ideologi politik (political ideology), yaitu himpunan nilai-nilai, ide, norma, kepercayaan dan keyakinan, yang dimiliki seorang atau sekelompok orang, atas dasar mana dia menentukan sikapnya terhadap kejadian dan problema politk yang dihadapinya dan yang menentukan tingkah lakunya.

pertian Sistem Informasi Strategi (SIS) Atau Information System Strategy (SI)

Suatu system Informasi strategi adalah suatu tujuan dengan statement directional dan meliputi petunjuk terperinci yang menyediakan kerangka strategi yang operasional dan praktis dalam pengambilan keputusan.
Membangun SIS : Menetapkan Proses Yang Efektif
• Proses memutuskan sasaran organisasi SI dan mengidentifikasikan aplikasi SI potensial yang harus diimplementasikan oleh organisasi secara keseluruhan. (Lederer & Sethi)
• Proses identifikasi portofolio aplikasi berbasis komputer untuk diselaraskan dengan strategi perusahaan dan memiliki kemampuan untuk menciptakan keunggulan atas para pesaing.
Sasaran Umum SIS :
• Penyelarasan SI dengan bisnis guna mengidentifikasikan di mana SI memberi kontribusi paling besar, dan penentuan prioritas investasi.
• Memperoleh keunggulan kompetitif dari peluang bisnis yang diciptakan dengan memanfaatkan SI.
• Membangun infrastruktur masa depan yang fleksibel dan hemat biaya
• Memperkuat sumber daya dan kompetisi dalam memanfaatkan SI dengan sukses di organisasi.
Proses Strategi SI
Proses Strategi SI mengacu pada formulasi dan perencanaan. Sementara strategi SI menentukan perencanaan SI, membangun rencana SI dapat membuka berbagai aspek yang menyebabkan strategi SI harus diperiksa ulang.
Information System Strategy


 
Evolusi Proses SIS
- Tahap 1 : Perencanaan Data Processing
- Tahap 2 : Kesadaran manajemen untuk memformulasikan strategi SI.
- Tahap 3 : Perencanaan strategi SI secara detil
- Tahap 4 : Pengguna memegang kendali, munculnya ide inovasi.
- Tahap 5 : Menghubungkan potensi SI dengan strategi bisnis.
Pendekatan Pengembangan SIS
* Business led : dilakukan oleh spesialis TI, mendefinisikan rencana investasi SI berdasarkan strategi bisnis yang ada.
* Method driven : penggunaan teknik tertentu untuk mengidentifikasikan kebutuhan SI dengan menganalisis proses bisnis.
* Technological : perencanaan SI dilihat sebagai latihan dalam proses dan pemodelan informasi, menggunakan alat pemodelan untuk menghasilkan rencana SI yang dituangkan dalam Blueprint
* Administrative : sasaran utamanya menentukan anggaran TI dan biaya serta rencana sumber daya yang dibutuhkan untuk membangun SI yang telah disetujui.
* Organizational : investasi SI didasarkan pada consensus bisnis tentang bagaimana SI dapat membantu pencapaian sasaran bisnis.
Tahap –tahap Kedewasaan Perencanaan SIS
Information System Strategy


Pengertian Data Warehouse

Data Warehouse adalah sebuah system yang terdiri dari beberapa proses dan database yang digunakan untuk menyediakan infrastruktur data bagi EIS dan DSS. Data Warehouse diorganisasikan oleh data subjek yang terkait dengan organisasi. Contohnya : Costumer, Claim, Shiftment, Product.
Data Warehousing Adalah Sebuah Proses
* Dinamika fundamental pada inti dari data warehouse
Pendukung keputusan adalah sebuah proses pembelajaran
1. Data pada warehouse mengubah pengertian pengguna terhadap pekerjaan mereka.
2. Dengan berubahnya pengertian mereka, keperluan informasi mereka juga berubah.
3. Dengan berubahnya keperluan informasi mereka, data warehouse juga berubah.
4. Kembali ke nomor 1.
Teknik Data Warehouse
1. Pengidentifikasian Keperluan
• Suatu hal yang sangat sulit
* Keperluan pengguna
* Ketersediaan data
• Laporan yang sudah ada dapat ditiru
• Wawancara dengan pengguna
• Pekerjaan menerka secara intelligent oleh analis yang berilmu
• Sekali sistem dibangun maka semua jenis keperluan akan muncul
* Feedback sangat diperlukan
Pengambilan, Transformasi dan Penyimpanan Data
Sebagian besar usaha, waktu dan biaya muncul di sini
• Tool ETL untuk pengambilan, transformasi dan penyimpanan sudah dipasarkan tapi sedikit yang memakai
• Untuk ETL yang dirancang sendiri, secara rata-rata untuk setiap data warehouse (menurut survey):
 Pengambilan –16 program/875 baris per program
 Transformasi –12 program/741 baris per program
 Pengecekan integritas –9 program/522 baris per program
• Mengidentifikasikan data yang berubah sangat sulit
 Disebut dengan Changed Data Capture (CDC)
 Banyak yang melakukan refresh lengkap
2. Pengambilan Data Produksi
• Pengambilan utama
 Memerlukan data dengan format yang sudah ada
• Mengidentifikasikan records baru dan yang sudah berubah
• Mengeneralisasikan kunci untuk mengubah dimensi
• Mentransformasikan ke load record image
• Migrasi dari sistem yang sudah ada ke sistem data warehouse
• Melakukan sorting dan membangun agregat
• Mengeneralisasikan kunci untuk agregat
• Menyimpan dan melakukan indexing
• Perkecualian proses
 Menjamin integritas keterkaitan
• Jaminan kualitas
• Mempublikasikan
3. Pengambilan Data Utama
• Memerlukan koneksi fisik untuk sistem sumber
 Keamanan
 FT
 Manajemen pergerakan volume data dalam jumlah besar
• Memerlukan definisi format yang sudah ada dan pengertian bagaimana sistem tersebut bekerja
4. Arsitektur Warehouse
Opsi Utama:
• Data Warehouse Perusahaan
Sumber data terpusat
Besar dalam hal scope dan terkadang ukuran
Mengoptimalkan proses pengambilan
Memaksimalkan keuntungan pengintegrasian
Cara pandang pengguna
Sulit untuk memenuhi keperluan kelompok pengguna yang berbeda
Proyek sering gagal
Data Warehouse Perusahaan

• Data Mart yang mempunyai ketergantungan
 Sebagian dari data diambil dari data warehouse perusahaan dan diorganisasikan untuk memenuhi keperluan bisnis dan aplikasi
 Umumnya data warehouse perusahaan dalam bentuk 3NF Data Mart di-de-normalisasikan
 OLAP sebagai contohnya
 Dalam kenyataannya, sulit untuk mendapatkan semua data yang diperlukan dari penyimpan data perusahaan
 Pendekatan paling umum (secara teori)
Pengertian Data Warehouse


• Data Mart yang berdiri sendiri
 Banyak data warehouse kecil di berbagai tempat
 Umumnya mengikuti pendekatan berdimensi
 Kurang integrasi
 Tidak konsisten
 Duplikasi sumber data
 Hal yang paling menyulitkan
 Tapi bisa digunakan
Masalahnya adalah dalam jangka waktu menengah maupun panjang
Data Warehouse

5. Perancangan Database secara Fisik
Hal-hal yang perlu untuk dipikirkan:
• Standar
• Lokasi file secara fisik
• Volume data
 Index, agregat, dan detail data
• Kelangkaan data
• Konfigurasi disk
• Pola penggunaan
• Jumlah dan distribusi pengguna
• Frekuensi update
• Kemampuan pengembangan
 Data, penggunaan dan query
6. Policy untuk operasional
• Manajemen dengan ritme harian untuk data load dan query
 Policies untuk semua hal yang berbeda yang dapat menjadi masalah dalam proses data load
 Data warehouse sebagai sistem yang amburadul
• Manajemen untuk performance query
 Mengatur indes, agregat, partisi untuk memastikan waktu respon yang baik

Struktur Data Warehouse
Data Warehouse


Data Warehouse

Struktur Data Warehouse

Struktur Data Warehouse

Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Lainnya

Apabila ilmu politik dipandang semata-mata sebagai salah satu cabang dari ilmu-ilmu sosial yang memiliki dasar, rangka, fokus, dan ruang lingkup yang jelas, maka dapat dikatakan bahwa ilmu politik masih muda usianya karena baru lahir pada akhir abad ke-19. Pada tahap itu ilmu politik berkembang secara pesat berdampingan dengan cabang-cabang ilmu sosial lainnya, sepertisosiologi, antropologi, ekonomi, dan psikologi, dan dalam perkembangan ini mereka saling mempengaruhi.
Akan tetapi, apabila ilmu politik ditinjau dalam rangka yang lebih luas, yaitu sebagai pembahasan secara rasional dari berbagai aspek negara dan kehidupan politik, maka ilmu politik dapat dikatakan jauh lebih tua umurnya. Bahkan ia sering dinamakan ilmu sosial yang tertua di dunia. Pada taraf perkembangan itu ilmu politik banyak bersandar pada sejarah dan filsafat.
Di Indonesia kita mendapati beberapa karya tulis yang membahas masalah sejarah dan kenegaraan, seperti misalnya Negarakertagama yang ditulis pada masa Majapahit sekitar abad ke-13 dan ke-15 Masehi dan Babad Tanah Jawi. Sayangnya di negara-negara Asia tersebut kesusastraan yang mencakup politik mulai akhir abad ke-19 telah mengalami kemunduran karena terdesak oleh pemikiran Barat yang dibawa oleh negara-negara seperti Inggris, Jerman, Amerika Serikat, dan Belanda dalam rangka imperialisme.
Di negara-negara benua Eropa seperti Jerman, Austria, dan Prancis bahasan mengenai politik dalam abad ke-18 dan ke-19 banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum dan karena itu fokus perhatiannya adalah negara semata-mata. Bahasan mengenai negara termasuk kurikulum Fakultas Hukum sebagai mata kuliah Ilmu Negara (Staatslehre). Di Inggris permasalahan politik dianggap termasuk filsafat, terutama moral philosophy, dan bahasannya dianggap tidak dapat terlepas dari sejarah. Akan tetapi dengan didirikannya Ecole Libredes Sciances Politiques di Paris (1870) dan London School of Economics and Political Science (1985) , ilmu politik untuk pertama kali di negara-negara tersebut dianggap sebagai disiplin tersendiri yang patut mendapat tempat dalam kurikulum perguruan tinggi. Namun demikian, pengaruh dari ilmu hukum, filsafat dan sejarah sampai perang dunia II masih tetap terasa. 

Definisi Ilmu Politik
Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari politik atau politics atau kepolitikan. Politik adalah usaha menggapai kehidupan yang baik. Di Indonesia kita teringat pepatah gemah ripah loh jinawi. Orang Yunani Kuno terutama Plato danAristoteles menamakannya sebagai en dam onia atau the good life.
Mengapa politik dalam arti ini begitu penting? Karena sejak dahulu kala masyarakat mengatur kehidupan kolektif dengan baik mengingat masyarakat sering menghadapi terbatasnya sumber daya alam, atau perlu dicari satu cara distribusi sumber daya agar semua warga merasa bahagia dan puas. Ini adalah politik.
Bagaimana caranya mencapai tujuan dengan berbagai cara, yang kadang-kadang bertentangan dengan satu sama lainnya. Akan tetapi semua pengamat setuju bahwa tujuan itu hanya dapat dicapai jika memiliki kekuasaan suatu wilayah tertentu (negara atau sistem politik). Kekuasaan itu perlu dijabarkan dalam keputusan mengenai kebijakan yang akan menentukan pembagian atau alokasi dari sumber daya yang ada.
Dengan demikian kita sampai pada kesimpulan bahwa politik dalam suatu negara (state) berkaitan dengan masalah kekuasaan (power) pengambilan keputusan (decision making), kebijakan publik (public policy), dan alokasi atau distribusi (allocation or distribution). Politik adalah perebutan kekuasaan, kedudukan, dan harta (Politics at its worst is a selfish grab for power, glory and riches). 
Di bawah ini ada dua sarjana yang menguraikan definisi politik yang berkaitan dengan masalah konflik dan konsensus.
1. Menurut Rod Hague et al.: “politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan di antara anggota-anggotanya.
2. Menurut Andrew Heywood: “Politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan , dan mengamandemenkan peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan kerja sama.
Perbedaan-perbedaan dalam definisi yang kita jumpai disebabkan karena setiap sarjana meneropong hanya satu aspek atau unsur dari politik. Unsur ini diperlukannya sebagai konsep pokok yang akan dipakainya untuk meneropong unsur-unsur lain.
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa konsep-konsep itu adalah:
1. Negara (state)
2. Kekuasaan (power)
3. Pengambilan keputusan (decision making)
4. Kebijakan (policy, beleid)
5. Pembagian (distribution)

Bidang-bidang Ilmu Politik
Dalam contemporary Political Science, terbitan Unesco 1950, ilmu politik dibagi menjadi empat bidang.
• Teori Politik
• Lembaga-lembaga politik
• Partai-partai, golongan-golongan (groups), dan pendapat umum
• Hubungan internasional 

Ilmu Politik Sebagai Ilmu Pengetahuan (Science)
Adakalanya dipersoalkan apakah ilmu politik merupakan suatu ilmu pengetahuan (science) atau tidak, dan disangsikan apakah ilmu politik memenuhi syarat sebagai ilmu pengetahuan. Soal ini menimbulkan pertanyaan: apakah yang dinamakan ilmu pengetahuan (science) itu? Karakteristik ilmu pengetahuan (science) ialah tantangan untuk menguji hipotesis melalui eksperimen yang dapat dilakukan dalam keadaan terkontrol (controlled circumstances) misalnya laboratorium. Berdasarkan eksperimen-eksperimen itu ilmu-ilmu eksakta dapat menemukan hukum-hukum yang dapat diuji kebenarannya.
Jika definisi ini dipakai sebagai patokan, maka ilmu politik serta ilmu-ilmu sosial lainnya belum memenuhi syarat, karena sampai sekarang belum ditemukan hukum-hukum ilmiah seperti itu. Mengapa demikian? Oleh karena yang diteliti adalah manusia dan manusia itu adalah makhluk yang kreatif, yang selalu didasarkan atas pertimbangan rasional dan logis, sehingga mempersukar usaha untuk mengadakan perhitungan serta proyeksi untuk masa depan. Dengan kata lain perilaku manusia tidak dapat diamati dalam keadaan terkontrol.

Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Pengetahuan Lain
- Sejarah
Seperti diterangkan di atas, sejak dahulu kala ilmu politik erat hubuganya dengan sejarah dan filsafat. Sejarah merupakan alat yang paling penting bagi ilmu politik, oleh karena menyumbang bahan, yaitu data dan fakta dari masa lampau, untuk diolah lebih lanjut.
- Filsafat
Ilmu pengetahuan lain yang erat sekali hubungannya dengan ilmu politik ialah filsafat. Filsafat ialah usaha untuk secara rasional dan sistematis mencari pemecahan atau jawaban atas persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta (universe) dan kehidupan manusia.
- Sosiologi
Di antara ilmu-ilmu sosial, sosiologi-lah yang paling pokok dan umum sifatnya. Sosiologi membantu sarjana ilmu politik dalam usahanya memahami latar belakang, susunan dan pola kehidupan sosial dari berbagai golongan dan kelompok dalam masyarakat.
- Antropologi
Apabila jasa sosiologi terhadap perkembangan ilmu politik adalah terutama dalam memberikan analisis terhadap kehidupan sosial secara umum dan menyeluruh, maka antrophology menyumbang pengertian dan teori tentang kedudukan serta peran berbagai satuan sosial-budaya yang lebih kecil dan sederhana.
- Ilmu Ekonomi
Pada masa silam ilmu politik dan ilmu ekonomi merupakan bidang ilmu tersendiri yang dikenal sebagai ekonomi politik (political economy), yaitu pemikiran dan analisis kebijakan yang hendak digunakan untuk memajukan kekuatan dan kesejahteraan negara Inggris dalam menghadapi saingannya seperti Portugis, Spanyol, Prancis, dan Jerman, pada abad ke-18 dan ke-19.
- Psikologi Sosial
Psikologi sosial adalah pengkhususan psikologi yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dan masyarakat, khususnya faktor-faktor yang mendorong manusia untuk berperan dalam ikatan kelompok sosial, bidang psikologi umumnya memusatkan perhatian pada kehidupan perorangan.
- Geografi
Faktor-faktor yang berdasarkan geografi, seperti perbatasan strategis, desakan penduduk, daerah pengaruh mempengaruhi politik.
- Ilmu Hukum
Terutama negara-negara Benua Eropa, ilmu hukum sejak dulu kala erat hubungannya dengan ilmu politik, karena mengatur dan melaksanakan undang-undang merupakan salah satu kewajiban negara yang penting. Cabang-cabang ilmu hukum yang khususnya meneropong negara ialah hukum tata-negara (dan ilmu negara).

Pengertian Geographical Information System (GIS)

Definisi GIS menurut para ahli:
1.Menurut Aronaff, 1989.
GIS adalah sistem informasi yang didasarkan pada kerja komputer yang memasukkan, mengelola, memanipulasi dan menganalisa data serta memberi uraian.
2.Menurut Barrough, 1986.
GIS merupakan alat yang bermanfaat untuk pengumpulan, penimbunan, pengambilan kembali data yang diinginkan dan penayangan data keruangan yang berasal dari kenyataan dunia.
3.Menurut Marble et al, 1983.
GIS merupakan sistem penanganan data keruangan.
4.Menurut Berry, 1988.
GIS merupakan sistem informasi, referensi internal, serta otomatisasi data keruangan.
5.Menurut Calkin dan Tomlison, 1984.
GIS merupakan sistem komputerisasi data yang penting.
6.Menurut Linden, 1987.
GIS adalah sistem untuk pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan (manipulasi), analisis dan penayangan data secara spasial terkait dengan muka bumi.
7.Menurut Petrus Paryono.
GIS adalah sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan, manipulasi dan menganalisis informasi geografi.
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa:
GIS merupakan pengelolaan data geografis yang didasarkan pada kerja computer (mesin).
Sumber Informasi Geografi
Sumber informasi geografi selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu (bersifat dinamis), sejalan dengan perubahan gejala alam dan gejala sosial. Dalam geografi, informasi yang diperlukan harus memiliki ciri-ciri yang dimiliki ilmu lain, yaitu:
1.Merupakan pengetahuan (knowledge) hasil pengalaman.
2.Tersusun secara sistematis, artinya merupakan satu kesatuan yang tersusun secara berurut dan teratur.
3.Logis, artinya masuk akal dan menunjukkan sebab akibat.
4.Objektif, artinya berlaku umum dan mempunyai sasaran yang jelas dan teruji.
Selain memiliki ciri-ciri tersebut di atas, geografi juga harus menunjukkan ciri spasial (keruangan) dan regional (kewilayahan). Aspek spasial dan regional merupakan ciri khas geografi, yang membedakannya dengan ilmu-ilmu lain.
Karena geografi merupakan kajian ilmiah mengenai gejala alam dan sosial dari sudut pandang spasial dan regional, maka informasi geografi bersumber dari :
1. Gejala-gejala litosfer
Gejala-gejala ini meliputi relief dan topografi, jenis tanah dan batuan, serta system
sistem informasi geografi (SIG)


Peta tersebut menggambarkan tentang persebaran jenis tanah di Indonesia berdasarkan proses terjadinya. Berdasarkan keterangan peta:
a.putih, tanah vulkanik yaitu tanah ini banyak dipengaruhi oleh vulkanik (letusan gunung api).
b.agak hitam, tanah non vulkanik yaitu tanah yang terbentuk pada zaman tertier (akibat pelapukan).
c.hitam, tanah rawa (aluvial) yaitu tanah yang terbentuk dari hasil sedimentasi (pengendapan), umumnya berada di kawasan pantai landai.
2. Gejala-gejala hidrosfer
Gejala-gejala ini meliputi peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan kawasan perairan, baik perairan darat maupun perairan laut, yang menyangkut bentuknya, sifatnya serta fenomena lain tentang perairan. Contoh informasi geografi yang. berasal dari gejala hidrosfer.
geographical informastion System (GIS)


Berdasarkan keterangan peta:
a. agak hitam, daerah dangkalan Sunda yaitu meliputi laut-laut dangkal yang berada di sekitar laut Sumatera, Jawa dan Kalimantan, serta pulau-pulau kecil di sekitar ketiga pulau tersebut.
b. hitam, daerah dangkalan Sahul yaitu meliputi laut-laut dangkal yang berada di sekitar pulau Irian dan pulau-pulau kecil di sekitar pulau Irian.
3. Gejala-gejala atmosfer
Gejala ini berkaitan dengan informasi tentang cuaca dan iklim, termasuk unsur-unsurnya dan faktor yang mempengaruhinya. Contoh informasi geografi yang berasal dari gejala atmosfer.
geographical informastion System (GIS)


4. Gejala-gejala biosfer
Gejala biosfer berkaitan dengan tumbuhan, hewan dan manusia, yang sangat dipengaruhi oleh unsur litosfer, hidrosfer dan atmosfer. Contoh informasi geografi yang berasal dari gejala biosfer adalah persebaran sumber daya alam hayati (hidup) Indonesia.
sistem informasi geografi (SIG)


5. Gejala-gejala sosial budaya
Gejala ini berkaitan dengan kehidupan masyarakat antara lain kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. Contoh gejala sosial budaya yang merupakan sumber informasi geografi, yaitu persebaran obyek wisata kabupaten
sistem geografi informasi (SIG)


Untuk memperoleh informasi (data), dilakukan survey (penelitian) baik melalui jelajah lapangan (pengamatan langsung objek), maupun melalui wawancara langsung maupun tidak langsung (menggunakan angket). Tetapi jelajah lapangan mengalami banyak kendala (hambatan), yaitu biaya yang mahal, tenaga yang banyak dan sulit menjangkau medan.
Semua kendala ini dapat diatasi dengan memanfaatkan teknik penginderaan jauh, yaitu pemotretan dari udara.

Pendekatan Pendekatan dalam Ilmu Politik

Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara (Wikipedia, 2009). Politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut (Rahmadani Yusran, ). Roger F. Soltau dalam “Introduction to Politic” (1961) Ilmu Politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu; hubungan antara negara dengan warga negaranya serta dengan negara-negara lain.
J. Barents dalam “Ilmu Politika” (1965) Ilmu Politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan negara yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat: ilmu politik mempelajari negara-negara itu melakukan tugas-tugasnya. Harold D. Laswell dan A. Kaplan dalam Power and Soceity, “ilmu politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, yaitu sifat hakiki, dasar, prose-proses, ruang lingkup dan hasil-hasil”.
Dan beberapa pendekatan dalam Ilmu Politik antara lain :
a)      Pendekatan Institusional
Pendekatan filsafat politik menekankan pada ide-ide dasar seputar dari mana kekuasaan berasal, bagaimana kekuasaan dijalankan, serta untuk apa kekuasaan diselenggarakan. Pendekatan institusional menekankan pada penciptaan lembaga-lembaga untuk mengaplikasikan ide-ide ke alam kenyataan. Kekuasaan (asal-usul, pemegang, dan cara penyelenggaraannya) dimuat dalam konstitusi. Obyek konstitusi adalah menyediakan UUD bagi setiap rezim pemerintahan. Konstitusi menetapkan kerangka filosofis dan organisasi, membagi tanggung jawab para penyelenggara negara, bagaimana membuat dan melaksanakan kebijaksanaan umum.
Dalam konstitusi dikemukakan apakah negara berbentuk federal atau kesatuan, sistem pemerintahannya berjenis parlementer atau presidensil. Negara federal adalah negara di mana otoritas dan kekuasaan pemeritah pusat dibagi ke dalam beberapa negara bagian. Negara kesatuan adalah negara di mana otoritas dan kekuasaan pemerintah pusat disentralisir. Badan pembuat UU (legislatif) berfungsi mengawasi penyelenggaraan negara oleh eksekutif. Anggota badan ini berasal dari anggota partai yang dipilih rakyat lewat pemilihan umum.
Badan eksekutif sistem pemerintahan parlementer dikepalai Perdana menteri, sementara di sistem presidensil oleh presiden. Para menteri di sistem parlementer dipilih perdana menteri dari keanggotaan legislatif, sementara di sistem presidensil dipilih secara prerogatif oleh presiden.
Badan Yudikatif melakukan pengawasan atas kinerja seluruh lembaga negara (legislatif maupun eksekutif). Lembaga ini melakukan penafsiran atas konstitusi jika terjadi persengketaan antara legislatif versus eksekutif.
Lembaga asal-muasal pemerintahan adalah partai politik. Partai politik menghubungkan antara kepentingan masyarakat umum dengan pemerintah via pemilihan umum. Di samping partai, terdapat kelompok kepentingan, yaitu kelompok yang mampu mempengaruhi keputusan politik tanpa ikut ambil bagian dalam sistem pemerintahan. Terdapat juga kelompok penekan, yaitu suatu kelompok yang secara khusus dibentuk untuk mempengaruhi pembuatan kebijaksanaan umum di tingkat parlemen. Dalam menjalankan fungsinya, eksekutif ditopang oleh (administrasi negara). Ia terdiri atas birokrasi-birokrasi sipil yang fungsinya elakukan pelayanan publik.
b)      Pendekatan Perilaku
Esensi kekuasaan adalah untuk kebijakan umum. tidak ada gunanya membahas lembaga-lembaga formal karena bahasan itu tidak banyak memberi informasi mengenai proses politik yang sebenarnya. Lebih bermanfaat bagi peneliti dan pemerhati politik untuk mempelajari manusia itu sendiri serta perilaku politiknya, sebagai gejala-gejala yang benar-benar dapat diamati. Perilaku politik menampilkan regularities (keteraturan)
c)      Neo-Marxis
Menekankan pada aspek komunisme tanpa kekerasan dan juga tidak mendukung kapitalisme. Neo Marxis membuat beberapa Negara sadar akan pentingnya persamaan tanpa kekerasan, akan tetapi komunisme sulit dijalankan di beberapa Negara karena komunisme identik dengan kekerasan dan kekejaman walaupun pada intinya adalah untuk menyamakan persamaan warga negaranya di suatu Negara sehingga tidak ada yang ditindas dan menindas terlebih lagi dalam bidang ekonomi.
Neo-Marxis juga menginginkan tidak adanya kapitalisme yang sering dilakukan Negara Barat dalam hal ini Negara maju, karena kapitalisme hanya mementingkan keuntungan yang sebesar-besarnya sehingga sering kali “menyengsarakan” rakyat pribumi karena orang-orang pribumi sering kali hanya menjadi penonton atau pun menjadi korban dari kapitalisme ini. Walaupun kapitalisme berhubungan dengan bidang ekonomi tetapi kapitalisme juga berpengaruh dalam hal kebijakan politik yang dibuat oleh Negara-negara maju terhadap Negara-negara berkembang yang sering dijadikan sasaran kapitalisme besar-besaran seperti Indonesia.
d)     Ketergantungan
Memposisikan hubungan antar negara besar dan kecil. Pendekatan ini mengedepankan ketergantungan antara Negara besar dan Negara kecil yang saling keterkaitan sehingga satu sama lain saling bergantung, jadi Negara besar bergantung pada Negara kecil baik dalam hal politik, ekonomi dan dalam hubungan internasional dan sebaliknya sehingga satu sama lain mempunyai posisi yang sama.
e)      Pendekatan Pilihan Nasional
Pilihan-pilihan yang rasional dalam pembuatan keputusan politik. Pendekatan pilihan nasional ini menekan kan bahwa pengambil kebijakan atau pembuatan keputusan dilihat dari rasionalitas yang ada di Negara tersebut agar bisa dijalankan oleh Negara dan tentu identitas social-politik sangat diperlukan. Terdapatnya identitas sosial-politik disebabkan adanya prilaku politik identitas guna mengembangkan kelompok-kelompok. Prilaku ini seiring bertumbuh-kembangnya eksplorasi kebudayaan di setiap kelompok guna “menemukan” kembali dan atau melestarikan solidaritas identitas yang dimiliki. Eksplorasi tersebut sangat bermanfaat bagi eksistensi kelompok identitas yang memiliki jumlah besar (mayoritas). Disini, pendekatan politik terlihat dari banyaknya dukungan para elit politik guna menggerakkan pertumbuhan budaya dan kemudian sebagai “konsekuensi” logis untuk mendapatkan dukungan dari kelompok identitas (simbiosis mutualisme).
Pendekatan politik kelompok akan menjadi sangat “berharga” untuk diperebutkan. Mengapa demikian? Fenomena ini terjadi karena adanya perebutan kekuasaan melalui cermin kebanggaan identitas yang lebih cenderung pada etnisitas. Kecenderungan tersebut cukup beralasan, karena masyarakat kita hari ini masih dalam tahap mencari “jati diri” sebagai identitas sosial-politik. Jati diri yang paling mudah didapatkan/dirasakan adalah identitas etnisitas yang sekaligus menjadi perekat solidaritas sosial-politik. Perebutan kekuasaan ini tidak semata-mata hanya berpijak pada “kontribusi” penguasa terhadap kelompok yang diwakilinya, namun juga terhadap kelompok lain yang selama ini menjadi bagian pendukung karena memiliki kesamaan identitas. Dari analisa tersebut, jalan koalisi antar kelompok berbeda identitas belum bisa dijadikan jaminan kesuksesan. Jaminan kesuksesan itu tidak muncul karena tingkat eksistensi politik identitas menjadi sangat dominan di negeri ini, sehingga kebanggan identitas akan terletak pada kelompok identitas mana yang berada di puncak kekuasaan.
Beberapa Pendekatan Lain dalam kajian Ilmu Politik
Pendekatan Behavioral
Jika pendekatan Institusionalisme meneliti lembaga-lembaga negara (abstrak), pendekatan behavioralisme khusus membahas tingkah laku politik individu. Behavioralisme menganggap individu manusia sebagai unit dasar politik (bukan lembaga, seperti pendekatan Institusionalisme). Mengapa satu individu berperilaku politik tertentu serta apa yang mendorong mereka, merupakan pertanyaan dasar dari behavioralisme. Misalnya, behavioralisme meneliti motivasi apa yang membuat satu individu ikut dalam demonstrasi, apakan individu tertentu bertoleransi terhadap pandangan politik berbeda, atau mengapa si A atau si B ikut dalam partai X bukan partai Y?
Pendekatan Plural
Pendekatan ini memandang bahwa masyarakat terdiri atas beraneka ragam kelompok. Penekanan pendekatan pluralisme adalah pada interaksi antar kelompok tersebut. C. Wright Mills pada tahun 1961 menyatakan bahwa interaksi kekuasaan antar kelompok tersusun secara piramidal. Robert A. Dahl sebaliknya, pada tahun 1963 menyatakan bahwa kekuasaan antar kelompok relatif tersebar, bukan piramidal. Peneliti lain, yaitu Floyd Huter menyatakan bahwa karakteristik hubungan antar kelompok bercorak top-down (mirip seperti Mills).
Pendekatan Struktural
Penekanan utama pendekatan ini adalah pada anggapan bahwa fungsi-fungsi yang ada di sebuah negara ditentukan oleh struktur-struktur yang ada di tengah masyarakat, buka oleh mereka yang duduk di posisi lembaga-lembaga politik. Misalnya, pada zaman kekuasaan Mataram (Islam), memang jabatan raja dan bawahan dipegang oleh pribumi (Jawa). Namun, struktur masyarakat saat itu tersusun secara piramidal yaitu Belanda dan Eropa di posisi tertinggi, kaum asing lain (Cina, Arab, India) di posisi tengah, sementara bangsa pribumi di posisi bawah. Dengan demikian, meskipun kerajaan secara formal diduduki pribumi, tetapi kekuasaan dipegang oleh struktur teratas, yaitu Belanda (Eropa).
Contoh lain dari strukturalisme adalah kerajaa Inggris. Dalam analisa Marx, kekuasaan yang sesungguhnya di Inggris ukan dipegang oleh ratu atau kaum bangsawasan, melainkan kaum kapitalis yang ‘mendadak’ kaya akibat revolusi industri. Kelas kapitalis inilah (yang menguasai perekonomian negara) sebagai struktur masyarakat yang benar-benar menguasai negara. Negara, bagi Marx, hanya alat dari struktur kelas ini.
Pendekatan Developmental
Pendekatan ini mulai populer saat muncul negara-negara baru pasca perang dunia II. Pendekatan ini menekankan pada aspek pembangunan ekonomi serta politik yang dilakukan oleh negara-negara baru tersebut. Karya klasik pendekatan ini diwakili oleh Daniel Lerner melalui kajiannya di sebuah desa di Turki pada tahun 1958. Menurut Lerner, mobilitas sosial (urbanisasi, literasi, terpaan media, partisipasi politik) mendorong pada terciptanya demokrasi.
Karya klasik lain ditengarai oleh karya Samuel P. Huntington dalam “Political Order in Changing Society” pada tahun 1968. Karya ini membantah kesimpulan Daniel Lerner. Bagi Huntington, mobilitas sosial tidak secara linear menciptakan demokrasi, tetapi dapat mengarah pada instabilitas politik. Menurut Huntington, jika partisipasi politik tinggi, sementara kemampuan pelembagaan politik rendah, akan muncul situasi disorder. Bagi Huntington, hal yang harus segera dilakukan negara baru merdeka adalah memperkuat otoritas lembaga politik seperti partai politik, parlemen, dan eksekutif.
Kedua peneliti terdahulu berbias ideologi Barat. Dampak dari ketidakmajuan negara-negara baru tidak mereka sentuh. Misalnya, negara dengan sumberdaya alam makmur megapa tetap saja miskin. Penelitian jenis baru ini diperkenalkan oleh Andre Gunder Frank melalui penelitiannya dalam buku “Capitalism and Underdevelopment in Latin America. Bagi Frank, penyebab terus miskinnya negara-negara ‘dunia ketiga’ adalah akibat :
modal asing
perilaku pemerintah lokal yang korup
kaum borjuis negara satelit yang ‘manja’ pada pemerintahnya
Frank menyarankan agar negara-negara ‘dunia ketiga’ memutuskan seluruh hubungan dengan negara maju (Barat).