PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad Masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara. Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual di sana menarik bagi para pedagang dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku, di pasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk kemudian di jual pada pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatera dan Jawa antara abad ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi pedagang asing, seperti Lamuri (Aceh), Barus dan Palembang di Sumatera, (Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa). Pedagang-pedagang muslim asal Arab, Persia dan India juga ada yang sampai kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke-7 M (abd I H), ketika Islam pertama kali berkembang di Timur Tengah. Malaka, jauh sebelum di taklukkan Portugis (1511), merupakan pusat utama lalu-lintas perdagangan dan pelayaran. Melalui Malaka, hasil hutan dan rempah-rempah dari seluruh pelosok Nusantara dibawa ke Cina dan India, terutama Gujarat, perjalanan laut melintasi Laut Arab. Dari sana perjalanan bercabang dua. Jalan pertama di sebelah utara menuju Teluk Oman, melalui selat Ormuz, ke teluk Persia. Jalan kedua melalui Teluk Aden dan laut Merah, dan dari kota Suez jalan perdagangan harus melalui daratan ke Kairo dan Iskandariah. Melalui jalan pelayaran Tersebut, kapal-kapal Arab, Persia, dan India mondar-mandir dari Barat ke Timur dan terus ke negeri Cina dengan menggunakan angin musim untuk pelayaran pulang perginya.
Dari berita Cina dapat diketahui bahwa di masa dinasti Tang (abad ke-9-10) orang-orang Ta-Shih sudah ada di kkanton (Kan-fu) dan Sumatera. Ta-Shih adalah sebutan untuk orang-orang Arab dan Persia, yang ketika itu jelas sudah menjadi Muslim. Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat internasional antara negeri-negeri di Asia bagian Barat dan Timur mungkin disebabkan oleh kegiatan kerajaan Islam di bawah Bani Umayyah di bagian barat dan kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara. Akan tetapi, menurut Taufik Abdullah, belum ada bukti bahwa pribumi Indonesia di tempat-tempat yang disinggahi oleh para pedagang Muslim itu beragama Islam. Adanya koloni itu, diduga sejauh yang paling bisa dipertanggungjawabkan, ialah para pedagang Arab tersebut, hanya berdiam untuk menunggu musim yang baik bagi pelayaran.
Baru pada zaman-zaman berikutnya, penduduk kepulauan ini masuk Islam, bermula dari penduduk pribumi di koloni-koloni pedagang Muslim itu. Menjelang abad ke-13 M, masyarakat muslim sudah ada di Samudera Pasai, Perlak, dan Palembang di Sumatera. Di Jawa, makam Fatimah binti maimun di Leran (Gresik) yang berangka tahun 475 H (1082 M), dan Makam-makam Islam di Tralaya yang berasal dari abad ke-13 M merupakan bukti berkembangnya komunitas Islam, termasuk di pusat kekuasaan Hindu-Jawa ketika itu, Majapahit. Namun, sumber sejarah yang sahih yang memberikan kesaksian sejarah yang dapat dipertanggung jawabkan tentang berkembangnya masyarakat Islam di indonesia, baik berupa prasasti dan historiografi tradisional maupun berita asing, baru terdapat ketika ‘’komunitas islam” berubah menjadi pusat kekuasaan.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana kedatangan islam di Indonesia?
2. Bagaimana Kondisi dan Situasi politik Kerajaan- Kerajaan di Indonesia ?
3. Bagaimana Munculnya pemukiman- pemukiman muslim di kota- kota pesisir ?
4. Bagaimana Saluran dan cara- caraislamisasi di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
1. Ingin mengetahui bagaimana kedatangan islam di Indonesia
2. Ingin mengetahui bagaimana Kondisi dan Situasi politik Kerajaan- Kerajaan di Indonesia
3. Ingin mengetahui bagaimana Munculnya pemukiman- pemukiman muslim di kota- kota pesisir
4. Ingin mengetahui bagaimana Saluran dan cara- cara islamisasi di Indonesia
PEMBAHASAN
A. Kondisi dan Situasi Politik Kerajaan -Kerajaan di Indonesia
Pada abad ke-7 sampai ke-10 M, kerajaan Sriwijaya meluaskan kekuasaannya ke daerah Semenanjung Malaka sampai Kedah. Keterlibatan orang-orang Islam dalam bidang politik baru terlihat pada abad ke-9 M, ketika mereka terlibat dalam pemberontakan petani-petani Cina terhadap kekuasaan T’ang pada masa pemerintahan Kaisar Hi-Tsung (878-889 M). Akibat pemberontakan itu, kaum muslimin banyak yang dibunuh. Sebagian lainnya lari ke Kedah, wilayah yang masuk kekuasaan Sriwijaya pada waktu itu memang melindungi orang-orang muslim di wilayah kekuasaannya. Kemajuan politik dan ekonomi Sriwijaya berlangsung sampai abad ke-12 m. Pada akhir abad ke-12 M, kerajaan ini mulai memasuki masa kemundurannya. Kemunduran politik dan ekonomi Sriwijaya dipercepat oleh usaha-usaha kerajaan Singasari yang sedang bangkit di Jawa. Kerajaan Jawa ini melakukan ekspedisi Pamaluyu tahun 1275 M dan berhasil mengalahkan kerajaan Melayu di Sumatera. Keadaan itu mendorong daerah-daerah di Selat Malaka yang dikuasai kerajaan Sriwijya melepaskan diri dari kekuasaan kerajaan tersebut.
Kelemahan Sriwijaya dimanfaatkan pula oleh pedagang-pedagang muslim untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan politik dan perdagangan. Mereka mendukung daerah-daerah yang muncul dan daerah yang menyatakan diri sebagai kerajaan bercorak Islam, yaitu kerajaan Samudera Pasai di pesisir Timur Laut Aceh. Daerah ini sudah disinggahi pedagang-pedagang Muslim sejak abad ke-7 dan ke-8 M. Proses Islamisasi tentu berjalan di sana sejak abad tersebut. Kerjaan Samudera pasai dengan segera berkembang baik dalam bidang politik maupun perdagangan.
Karena kekacauan-kekacauan dalam negeri sendiri akibat perebutan kekuasaan di istana, kerajaan Singasari, juga pelanjutnya, Majapahit, tidak mampu mengontrol daerah Melayu dan Selat malaka dapat berkembang dan mencapai puncak kekuasaannya hingga abad ke-16 M.
B. Munculnya pemukiman-pemukiman di Kota Pesisir
Menjelang abad ke-13 M, di pesisir Aceh sudah ada pemukiman Muslim. Persentuhan antara penduduk pribumi dengan pedagang Muslim dari Abad, Persia, dan India memang pertama kali terjadi di daerah ini. Karena itu, diperkirakan, proses islamisasi sudah berlangsung sejak persentuhan itu terjadi. Dengan demikian dapat dipahami mengapa kerajaan Islam pertama di kepulauan Nusantara ini berdiri di Aceh, yaitu kerajaan Samudera Pasai yang didirikan pada pertengahan abad ke-13 M. Setelah kerajaan Islam ini berdiri, perkembangan masyarakat Muslim di Malaka makin lama makin meluas dan pada awal abad ke -15 M, di daerah ini lahir kerajaan Islam, yang merupakan kerajaan Islam Kedua di Asia Tenggara. Kerajaan ini cepat berkembang, bahkan dapat mengambil alih dominasi pelayaran dan perdagangan dari kerajaan Samudera Pasai yang kalah bersaing. Lajunya perkembangan masyarakat Muslim ini berkaitan erat dengan keruntuhan Sriwijaya. Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis (1511), mata rantai penting pelayaran beralih ke Aceh, kerajaan Islam yang melanjutkan kejayaan Samudera Pasai. Dari sini, proses Islamisasi di kepulauan Nusantara berlangsung lebih cepat dari sebelumnya. Untuk menghindari gangguan Portugis yang menguasai Malaka, untuk sementara waktu kapal-kapal memilih menelusuri pantai Barat Sumatera. Aceh kemudian berusaha melebarkan kekuasaannya ke selatan sampai ke Pariaman dan Tiku. Dari pantai Sumatera, kapal-kapal memasuki Selat Sunda menuju pelabuhan-pelabuhan di pantai Utara Jawa. Berdasarkan berita Tome Pires (1512-1515), dalam Suma Oriental-nya, dapat diketahui bahwa daerah-daerah dibagian pesisir Sumatera Utara dan Timur Selat Malaka, yaitu dari Aceh sampai Palembang sudah banyak terdapat masyarakat dan kerajaan-kerajaan Islam. Akan tetapi, menurut berita itu, daerah-daerah yang belum Islam juga masih banyak, yaitu Palembang dan daerah-daerah pedalaman. Proses Islamisasi ke daerah-daerah pedalaman Aceh, Sumatera Barat, terutama terjadi sejak Aceh malakukan ekspansi politiknya pada abad ke-16 dan 17 M.
Sementara itu, di Jawa, proses islamisasi sudah berlangsung , sejak abad ke-11M, meskipun belum meluas; terbukti dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik yang berangka tahun 475 H (1082 M). Berita tentang Islam di Jawa pada abad ke-11 dan 12 M memang masih sangat langka. Akan tetapi, sejak akhir abad ke-13 M dab abad-abad berikutnya, terutama ketika Majapahit mencapai puncak kebesarannya, bukti-bukti adanya proses islamisasi sudah banyak, dengan ditemukannya beberapa puluh nisan kubur di Troloyo, Triwulan dan Gresik. Bahkan, menurut berita ma-huan tahun 1416 M, di pusat Majapahit maupun di Pesisir, terutama di kota-kota pelabuhan, telah terjadi proses islamisasi dan sudah pula terbentuk masyarakat Muslim.
Perkembangan Islam di Jawa bersamaan waktunya dengan lemahnya posisi raja Majapahit. Hal itu memberi peluang kepada raja-raja Islam pesisir untuk membangun pusat-pusat kekuasaan yang independen. Di bawah bimbingan spiritual Sunan Kudus, meskipun bukan yang tertua dari Wali Songo, Demak akhirnya berhasil menggantikan Majapahit sebagai kraton pusat.
Pengaruh Islam masuk ke Indonesia bagian Timur, khususnya daerah Maluku, tidak dapat dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang pada pusat lalulintas pelayaran internasional di Malaka, Jawa, dan Maluku. Menurut tradisi setempat, sejak abad ke-14 M, islam datang je daerah Maluku. Raja Ternate yang kedua belas, Molomatea (1350-1357 m) bersahabat karib dengan orang Arab yang memberinya petunjuk dalam pembuatan kapal-kapal, tetapi agaknya bukan dalam kepercayaan. Hal ini menunjukkan bahwa di Ternate sudah ada masyarakat Islam sebelum rajanya masuk Islam. Demikian juga di Banda, Hitu, makyan, dan Bacana. Orang-orang Islam datang ke Maluku tidak menghadapi kerajaan –kerajaan yang sedang mengalami perpecahan sebagaimana halnya di Jawa. Mereka datang dan Mnyebarkan agama Islam melalui perdagangan, dakwah, dan Perkawinan.
Kalimantan Timur pertamakali di Islamkan oleh Datuk Ri Bandang dan tunggang Parangan. Kedua mubalig itu datang ke Kutai setelah orang-orang Makassar masuk Islam. Proses Islamisasi di Kutai dan daerah sekitarnya diperkirakan terjadi sekitar tahun 1575.
Sulawesi, terutama bagian selatan, sejak abad ke-16 M, di Sulawesi banyak sekali kerajaan yang masih beragama berhala. Akan tetapi, pada abad ke-16 di daerah Gowa, sebuah kerajaan terkenal di daerah itu, telah terdapat masyarakat Muslim. Di Gowa dan tallo raja-rajanya masuk Islam secara resmi pada tanggal 22 September 1605 M.
Proses Islamisasi pada taraf pertama di kerajaan Gowa dilakukan dengan cara damai oleh Dato’ Ri Bandang dan Dato’ Sulaeman keduanya memberikan ajaran-ajaran Islam kepada Masyarakat dan raja. Setelah secara resmi memeluk agama Islam. Gowa melancarkan perang terhadap Soppeng, Wajo, dan terakhir Bone. Kerajaan-kerajaan tersebut pun masuk Islam, Wajo, 10 mei 1610 M dan Bone, 23 November 1611 M.
Proses Islamisasi memang tidak berhenti sampai berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, tetapi terus berlangsung intensitif dengan berbagai cara dan Saluran.
C. Saluran dan Cara-Cara Islamisasi di Indonesia
.Menurut Uka Tjandra Sasmita, prorses masukya Islam ke Asia Tenggara yang berkembang ada enam, yaitu:
a. Saluran Perdagangan
Pada taraf permulaan, saluran islamisasi adalah perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M. membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara dan Timur Benua Asia.
Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham.
Mengutip pendapat Tome Pires berkenaan dengan saluran Islamisasi melalui perdagangan ini di pesisir Pulau Jawa, Uka Tjandrasasmita menyebutkan bahwa para pedagang Muslim banyak yang bermukim di pesisir pulau Jawa yang penduduknya ketika itu masih kafir.
Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat, penguasa-penguasa Jawa, yang menjabat sebagai bupati-bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan hanya karena faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi terutama karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim.
b. Saluran Perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya, timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan Kerajaan - Kerajaan Muslim. Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawani oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah yang terakhir ini masuk Islam terlebih dahulu.
Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja, adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau Sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan Nyai Kawunganten, Brawijaya dengan putri Campa yang menurunkan Raden Patah (raja pertama Demak) dan lain-lain.
c. Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Di antara mereka ada juga yang mengawini putri-putri bangsawan setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan keadaan penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima.
Di antara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung perasaman dengan alam pikiran Indonesia para -Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syeikh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih berkembang di abad ke-19 bahkan di abad ke-20 M ini.
d. Saluran Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai, dan ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama, dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing kemudian berdakwah ke tempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya dan Sunan Giri di Giri. Keluaran pesantren Giri ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan agama Islam.
e. Saluran Kesenian
Saluran Islamisasi melalui Kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan Islam. Kesenian - Kesenian lain juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.
f. Saluran Politik
Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya masuk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat berpengaruh tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatra dan Jawa maupun di Indonesia bagian Timur, demi kepentingan politik, Kerajaan -Kerajaan Islam memerangi Kerajaan - Kerajaan non - Islam. Kemenangan Kerajaan Islam secara politik banyak menarik penduduk Kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dibahas dalam bab sebelumnya maka kami selaku penulis akhirnya dapat menarik kesimpulan bahwa perkembanganagama Islam di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga fase. Yaitu:
(1) Singgahnya pedagang-pedagang Islam di Pelabuhan-pelabuhan Nusantaera. Sumbernya adalah berita luar negeri, terutama Cina,
(2) Adanya komunitas-komunitras Islam di beberapa daerah kepulauan Indonesia. Sumbernya, disamping berita-beita asing, juga makam-makam islam, dan
(3) Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam.
Sedangkan masuknya islam di Indonesia menurut uka tjandrasasmita dilakukan dengan enam saluran yaitu: Saluran perdagangan, Saluran perkawinan, Saluran tasawuf, Saluran pendidikan, Saluran kesenian, dan Saluran politik. Dari keenam saluran di ataslah islam bisa menjangkau hampir ke seluruh pelosok Indonesia yang salah satu pengaruhnya diakui sebagai kebudayaan Indonesia sendiri sampai sekarang seperti Pengaruh bahasa dan nama, Pengaruh adat-istiadat, Pengaruh kesenian.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Badri Yatih,M.A. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2008
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto (Ed.), Sejarah Nasional Indonesia II, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984).
Taufik Abdullah (Ed.), Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta: Majelis Ulama Indonesia, 1991).
Uka Tjandrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984)
Abdullah, Taufik dan Sharon Siddique (Ed.) Tradisi dan kebangkitan Islam di Asia tenggara, (Jakarta: LP3ES, 1989, Cetakan Pertama)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar