MAKALAH GEOLOGI INDONESIA
STRUKTUR GEOLOGI PAPARAN SUNDA
Disusun Oleh :
AGASOFT INFORMATION TEAM
UNIVERSITAS BLOGGER INDONESIA
INDONESIA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wilayah Indonesia merupakan suatu kepulauan yang tersebar
dari Sabang sampai Merauke yang disebut dengan Nusantara. Wilayah kepulauan
Nusantara kita ini merupakan pertemuan lempeng-lempeng yang sampai kini aktif
bergerak, lempeng tersebut adalah lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan
lempeng Pasifik. Pertemuan ketiga lempeng tersebut menyebabkan terjadinya
interaksi pada daerah yang berada pada zona pertemuan tersebut yaitu di hampir
seluruh kepulauan Indonesia.
Indonesia bagian barat merupakan jaluran dari benua Asia
yang di sebut dengan Paparan Sunda. Paparan Sunda merupakan bentukan tepi
kontinen yang kurang stabil, dikelilingi oleh sistem busur vulkanik Sunda.
Paparan Sunda ini dapat disebut dengan Sunda Land yang wilayahnya meliputi
Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Begitu pula dikenal istilah Sunda Besar yang
meliputi pulau-pulau: Sumatera, Kalimantan, Pulau Jawa, dan Pulau Madura. Serta
Sunda Kecil yang terdiri dari pulau-pulau: Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba,
Flores, dan Timor (sekarang wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara
Timur, dan Timor Timur).
Sekitar 11.600 tahun silam, benua itu tenggelam diterjang
banjir besar seiring berakhirnya zaman es. Tatanan tektonik Indonesia bagian
Barat merupakan bagian dari sistim kepulauan vulkanik akibat interaksi
penyusupan Lempeng Hindia- Australia di Selatan Indonesia. Interaksi lempeng
yang berupa jalur tumbukan (subduction zone) tersebut memanjang mulai dari
kepulauan Tanimbar sebelah barat Sumatera, Jawa sampai ke kepulauan Nusa
Tenggara di sebelah Timur. Hasilnya adalah terbentuknya busur gunung api
(magmatic arc).
B. Rumusan
Masalah
Dari makalah yang membahas mengenai Paparan Sunda ini
dapat diperoleh rumusan makalah sebagai berikut :
1. Apa yang
dimaksud dengan paparan Sunda?
2. Bagiamana
proses geologi dari terbuntuknya Paparan Sunda?
3. Bagaimana
struktur geologi Paparan Sunda?
4. Kepulauan apa
saja yang terbentuk di Paparan Sunda?
C. Tujuan
Beberapa tujuan yang ingin dicapai yaitu :
1. Kita dapat
mengetahui apa yang disebut dengan Paparan Sunda.
2. Kita dapat
mengerti proses terbentuknya Paparan Sunda.
3. Kita dapat
mengetahuin struktur geologi yang terbentuk didaerah tersebut.
4. Kita dapat menyebutkan beberapa kepulauan yang ada di daerah Paparan Sunda.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Paparan Sunda
Paparan sunda adalah satu daratan benua yang menyatu
dengan Asia dan terbentang membentuk kawasan yang amat luas dan datar namun
bumi sekarang ini menjadi semakin panas dan sebagian daratan Paparan Sunda
tenggelam daerah ini tetap dapat didiami dan tetap subur.
2.2 Geologi
Paparan Sunda
Wilayah kepulauan nusantara merupakan pertemuan tiga
lempeng yang saat ini masih aktif bergerak. Tiga lempeng tersebut adalah
lempeng Eurasia, lempeng indo Australia, dan lempeng pasifik. Lemmpeng-lempeng
itu menyebabkan interaksi ketiga lempeng tadi mengakibatkan pengaruh pada
hamper seluruh kepulauan yang ada di Indonesia. Pengaruh tersebut dapat
menimbulkan patahan atau sesar yaitu
pergeseran antara dua blok batuan baik secara mendatar, ke atas maupun
relative ke bawah blok lainnya. Patahan atau sesar ini
merupakan perpanjangan gaya yang ditimbulkan oleh gerakan-gerakan lempeng
utama. Patahan atau sesar inilah yang akan menghasilkan gempa bumi di daratan
dan tanah longsor.
Selain itu pertemuan Lempeng Samudra Hindia dengan
Lempeng Eurasia juga menghasilkan lajur gunung api yang memanjang dari Sumatera
sampai Nusa Tenggara dan membentuk sebuah rangkaian gunung api. Rangkaian
gunung api ini dikenal dengan istilah busur vulkanik dan berhenti di Pulau
Sumbawa, kemudian berbelok arah ke Laut Banda menuju arah utara ke daerah
Maluku Utara, Sulawesi Utara dan terus ke Filipina
Gambar 1. Peta pergerakan lempeng Daerah Sumatra dan kawasan Asia Tenggara lainnya.
2.3 Kepulauan
Paparan Sunda
Paparan Sunda merupakan bentukan tepi kontinen yang
kurang stabil, dikelilingi oleh sistem busur vulkanik Sunda. Hal ini
dikonsolidasikan oleh orogenesa yang terjadi di daerah ini pada Palaesoikum
Muda – Mesosoikum Tua. Siklus diatrofisma ini berawal di kepulauan Anambas dan
menyebar ke arah timur laut ke Natuna dan ke arah barat daya ke kepulauan Riau
dan Bangka Belitong.
Di kepulauan Anambas batuan beku basa merupakan kelompok
batuan tua yang diintrusi oleh batolit granit berumur Permo Trias. Kelompok
batuan ini sebanding dengan batuan
Permokarbon Pulu Melayu di Kalimantan Barat.
Di kepulauan Natuna batuan tertua terdiri dari batuan beku basal yang
berasosiasi dengan rijang radiolarian.
Berikut ini merupakan kepulauan-kepulauan di Paparan
Sunda :
a. Kepulauan
Riau-Lingga
Batuan vulkanik
dapat disebandingkan dengan batuan
gunugapi seri Pahang di Malaysia. Mereka sebagian merupakan batuan berumur
Permokarbon dan Trias. Intrusi granit kemungkinan terjadi antara zaman Permokarbon
dan Trias Atas. Batolit granit di daerah ini sebagian besar berumur pasca Trias, atau mungkin Yura. Cebakan timah di
daerah ini berhubungan dengan granit pasca Trias. Cebakan timah jarang dijumpai di sebelah
timur (Bintan dan Lingga) dan banyak dijumpai di sebelah barat (Karimun,
Kundur, Singkep). Jalur timah ini meluas ke tenggara sampai Bangka dan Biliton.
Pulau ini terdiri dari serpih dan kuarsit yang dapat disamakan dengan batuan
berumur Trias Atas di kepulauan Riau-Lingga, sebagai busur yang diintrusi oleh
batolit granit yang mengandung timah. Batolit granit yang sekarang tersingkap,
kemungkinan merupakan merupakan batuan dasar (basement) regional dari batuan plutonik granit. Karakter kulit
bumi paparan Sunda sangat berhubungan dengan intrusi granit pasca Trias (atau intra Yura), dan pengaruh
ikutannya.
b. Kalimantan
Kalimantan merupakan daerah tektonik yang komplek adanya
interaksi konvergen atau koalisi antara tiga lempeng utama yakni lempeng indo
australia, lempeng pasifik dan lempeng asia yang membentuk daerah timur
Kalimantan.
Evolusi geologi jalur utara Kalimantan barat dimulai
dengan adanya penurunan geosinklin setelah pembentukan batuan dasar sekis
kristalin Pra Karbon. Kegiatan ini
diikuti intrusi batuan basa (gabro) dan ekstrusi (batuan basalan dan basalan
andesit dari Seri Molengraaff’s Pulau Melayu). Fase awal dari perlipatan
Permotrias, diikuti oleh penempatan batolit, terutama tonalitik. Setelah
denudasi kuat sehingga batolit-batolit
tersingkap, terjadi proses transgresi
Trias Atas. Sedimentasi berlanjut di bagian barat jalur ini sampai Lias,
dan diikuti oleh volkanisme asam sampai menegah. Fasa kedua adalah perlipatan
kuat pada zaman Yura. Transgresi Yura atas dan Kapur di daerah Seberuang
berumur Kapur (Zeylmans Van Emmichoven, 1939) menunjukkan adanya interkalasi
lava asam dan tufa asam. Pelipatan lemah terjadi akibat tekanan intrusi diorit
pada zaman Kapur Atas. Intrusi berlanjut sebagai intrusi hipabisal dan ekstrusi
batuan vulkanik Oligomiosen (terutama andesit hipersten horblenda, dengan
berbagai verietas asam lainnya). Di bagian Tersier bawah Cekungan Ketunggan juga merupakan
diorit holokristalin seperti dikemukakan Zeylmans Van Emmichoven (1939).
Intrusi yang pertama ini merupakan variasi batuan
plutonik asam yang sangat beragam
(dunit, peridodit) yang diakhiri dengan batuan granit plagioklas dan
porfirtik. Setelah pengangkatan pertama
batuan non-vulkanik ini Zona Meratus mengalami penurunan kembali. Pada zaman Kapur tengah sampai atas terjadi pengendapan
dari hasil erosi kuat batuan berumur Yura yang terlipat serta masa batuan
plutonik peridotit dan granit. Kapur
terdiri dari fasies vulkanik dan non-vulkanik. Pada akhir Kapur Zona Meratus
mengalami pengangkatan kedua, dan aktivitas vulkanik berlangsung sampai Tersier
Bawah. Pengangkatan kedua ini menutup aktivitas siklus orogenesa Zona
Meratus. Zona Meratus merupakan contoh baik untuk siklus pembentukan
pegunungan. Pada zaman Yura dimulai dengan penurunan geosinklin yang diikuti
dangan vulkanik bawah laut dengan proses ofiolitnya, sebagai awal mulainya
pembentukan batuan plutonik basa dan ultrabasa. Penurunan geosinklin ini
disertai dengan dua kali pengangkatan. Geantiklin pertama terjadi pada zaman
Kapur Bawah. Ini didominasi batuan non-vulkanik, berupa batolit granit yang
diintrusikan ke pusat geantiklin. Pengangkatan kedua merupakan aktivitas
vulkanik dengan inti magmatik dari geantiklin sampai ke permukaan.
c. Kepulauan
Sunda Kecil.
Kepulauan Sunda Kecil merupakan bagian dari Sistem
Pegununggan Sunda. Evolusi orogenesa di kawasan berhubungan dengan Busur Banda.
Ada dua deret jenis batuan beku dalam sistem ini (Roevei, 1940). Batuan tertua
di Timor berumur Perm, berupa kelompok basal trakit yang mempunyai karakter
Atlantik lemah. Batuan vulkanik ini dierupsikan pada awal pembentukan
geosinklin. Setelah itu Sistem Orogenesa Timor berkembang. Seri lain berupa
komplek ofiolit – split, yang berumur Pra Miosen. Batuan ini merupakan bagian dalam dari geosinklin, yang juga dapat
dijumpai secara luas lingkaran luar Busur Banda. Batuan beku ini mempunyai
karakter Mediteran yang kontras dengan seri Atlantis. Seri Mediteran bersifat
potasik, dierupsikan pada saat akhir siklus orogenesa, di bagian dalam busur
vulkanik. Contoh dari batuan ini adalah lava yang mengandung leusit dari erupsi
G. Batu Tara, Tambora dan Soromandi. Tipe lain di bagian dalam busur
vulkanik Kepulauan Sunda Kecil dibentuk
oleh granodiorit Tersier. Di Flores
terdapat bantuan berumur intra Miosen, sedang di Lirang maupun Wetar yang
diduga berumur Neogen. Di dalam busur vulkanik ini terdapat tiga siklus
aktivitas vulkanik: Neogen Tua, Neogen muda dan Kwarter sampai Resen. Dua
siklus tertua didorong oleh intrusi batolit granodiorit yang naik sampai
beberapa kilometer di bawah permukaan.
Pengangkatan terakhir terjadi pada Plio-Plistosen disebabkan oleh pengaktifan kembali vulkanik yang akan padam.
Ini merupakan tipikal pembentukan gunungapi di Maluku yang merupakan jalur
vulkanik di luar cekungan.
d. Jawa
Jawa merupakan bagian dalam dari busur vulkanik Sistem
Pegunungan Sunda. Pada zaman Mesosoikum jalur ini berada di bagian geantiklin
yang jauh di sebelah utara. Di sini
ofiolit bercampur dengan sedimen Pra
Tersier, misalnya di daerah Luk Ulo dan Ciletuh, Jawa Barat. Batuan Pra
Tersier di Luh Ulo terdiri dari
sepertinit, gabro dan diabas (Harloff, 1933). Batuan Pra Tersier
di Ciletuh juga mengandung batuan beku basa dan asam yang
termetamorfosakan (gabro, peridotit dan serpentinit) dengan sekis klorit dan
filit. Pada akhir geantiklin Mesosoikum terjadi proses pengangkatan.
Pengangkatan pertama bukan merupakan aktivitas non-vulkanik. Akhir Tersier
merupakan perioda penurunan. Endapan non-vulkanik berumur Eosen diendapkan
secara trangresi di atas komplek batuan dasar Pra Tersier. Selanjutnya pada akhir Paleogen
magma sampai permukaan, dan perioda vulkanik kuat dimulai, dengan beberapa
menunjukkan karakter bawah laut (Andesit tua, siklus awal dari vulkanik
Pasifik).
Pada Miosen tengah jalur vulkanik Jawa didorong oleh
batolit granit sampai granodiorit, sehingga menghasilkan vulkanik-vulkanik
Andesit Tua yang sangat basa. Batuan beku holokristalin Intra Miosen sekarang
tersingkap di Merawan, Jiwo, Luh Ulo, Tenjo Laut, Cilaju, Bayah dan lainnya
(misalnya tufa dasit atau dasit di Genteng, selatan Tenjolaut) yang mengakhiri
siklus vulkanik berafinitas Pasifik.Siklus vulkanik kedua terjadi pada zaman
Neogen akhir, yang diakhiri oleh pengngkatan kedua dari busur vulkanik.
Selanjutnya siklus ketiga berlangsung terus sejak Kwarter sampai sekarang. Kenampakan
khas dari siklus kedua dan ketiga vulkanik ini adalah intrusi dan ekstrusi
sepanjang tepi selatan geantiklin Jawa yang menunjukkan keanekaragaman
batuan-batuan alkali. Intrusi Neogen akhir di Zona Bogor (Jawa Barat) dan
Pegunungan Serayu Selatan di Jawa Tengah menunjukkan karakter essexitic. Pada
zaman Kwarter gunungapi yang menghasilkan leusit hadir di timur laut Jawa yang
merupakan sisi dalam geantiklin vulkanik (Muria, Ringgit).
e. Sumatra
Bukit Barisan di Sumatra dibentuk dengan cara seperti
geantiklin Jawa Selatan. Selama Mesosoikum jalur ini merupakan bagian muka
busur dari geantiklin yang berukuran lebih luas dari Bukit Barisan saat ini.
Endapan di geosinklinal terlipat kuat membetuk isoklin dengan arah gerak dari
timur laut ke barat daya. Proto Barisan masih terdapat batuan non-vulkanik.
Sepanjang lereng timur dari geantiklin Barisan berumur Kapur masih terdapat
granit yang telah mengalami perlipatan kuat. Busur ini dimulai dari pulau
Berhala di selat Malaka utara, meluas di sepanjang Suligi-Lipat Kain dan Lisun-Kuantan, serta
melipat kuat sampai sebelah timur danau Singkarak dan Jambi. Umur granit di bagian utara jalur (pada granit pembawa
timah di Berhala dan Suligi-Lipat Kain) diperkirakan Yura. Di bagian lebih
selatan berumur Karbon dan Permokarbon,
dan sebagian pasca Trias. Kemungkinan
granit di Lampung yang mengintrusi sekis kristalin dan geneis dari komplek
batuan dasar tua merupakan bagian dari lipatan ini.Seperti halnya busur
vulkanik Pulau Jawa dan Sunda Kecil, pulau Sumatra mengalami tiga siklus
aktivitas vulkanisma. Siklus pertama terjadi pada akhir Paleogen dan diakhiri
oleh pengangkatan intra Miosen. Pengangkatan ini diikuti oleh intrusi batolit
granodiorit, yang menjadi dasar dari batuan vulkanik Andesit tua.
Di permukaan kenaikan magma granit ini diikuti oleh
erupsi paroksismal dari letusan Katmaian yang mengeluarkan aliran tufa asam
dengan jumlah yang sangat besar.Sepanjang Neogen atas, siklus kedua aktivitas
vulkanik Pasifik terbentuk dan diakhiri oleh pengangkatan Plio-Plistosen.
Selanjutnya erupsi paroksismal itu ditutup oleh letusan magma batolit granit
yang berada di dekat permukaan (Semangko, Ranau, Toba). Demikian juga tufa asam
Lampung di Sumatra selatan dan tufa Bantam di Jawa Barat dan di selat Sunda
dierupsikan pada periode ini. Akhirnya siklus ketiga terbentuk, menumbuhkan
kerucut-kerucut vulkanik di sepanjang Bukit Barisan. Sedikit berbeda terdapat
pada erupsi efusif basal olivin resen yang terjadi di Sukadana Lampung. Irupsi
celah ini terdapat di tepi perisai kontinen Dataran Sunda, dan dapat
disebandingkan dengan erupsi efusif basal di Midai, Niut - Karimun Jawa.
f. Pulau Barat
Sumatra.
Kepulauan ini memberi gambaran yang berbeda dari busur
luar Sistem Pegunungan Sunda.
Selama zaman Tersier jalur ini merupaka palung busur dari Zona
Barisan. Pada zaman Eosen, intrusi basa dan ultrabasa yang terserpentinitisasi
hadir. Pada zaman Kwarter pembentukan busur geantiklin pada jalur ini dimulai,
dan berlanjut sampai saat ini. Anomali isostatik negatif pada jalur ini
menandakan adanya energi potensial yang mmungkin muncul. Pengangkatan pertama
dari palung busur ini seluruhnya batuan non-vulkanik, dan sesuai dengan aturan
umum dari evolusi orogen di Kepulauan Indonesia.
Pada periode tektonik ini juga terjadi pengangkatan
Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar mendatar Semangko yang
berkembang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Pergerakan horisontal yang
terjadi mulai Plistosen Awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan
Sumatera Selatan dan Tengah sehingga sesar – sesar yang baru terbentuk di
daerah ini mempunyai perkembangan hampir sejajar dengan sesar Semangko. Akibat
pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio – Plistosen
menghasilkan lipatan yang berarah barat laut – tenggara tetapi sesar yang
terbentuk berarah timur laut – barat daya dan barat laut – tenggara. Jenis
sesar yang terdapat pada cekungan ini adalah sesar naik, sesar mendatar dan
sesar normal. Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang berarah
barat laut – tenggara sebagai hasil orogenesa Plio – Plistosen. Dengan demikian
pola struktur yang terjadi dapat dibedakan atas pola tua yang berarah utara –
selatan dan barat laut – tenggara serta pola muda yang berarah barat laut –
tenggara yang sejajar dengan Pulau Sumatera.
BAB III
KESIMPULAN
• Bagian wilayah
yang termasuk di Paparan Sunda(kepulauan Riau-Lingga, kalimantan, jawa,
sumatra, pantai barat sumatra) merupakan bagian dari sistem busur sunda. Baik
itu busur dalam maupun busur luar.
• Paparan sunda memiliki dua jalur pegunungan
vulkanik dan non vulkanik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar